Dia adalah putri Milhan bin Khalid bin Zaid, saudara perempuan Ummu Sulaim, bibi Anas bin Malik, dan istri Ubadah bin Ash-Shamit.
Dia termasuk wanita yang berkedudukan tinggi.
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Rasulullah SAW pernah mengunjungi kami saat tidak ada seorang pun kecuali aku, ibuku dan bibiku, Ummu Haram. Beliau bersabda, ‘Berdirilah, aku ingin shalat bersama kalian’. Beliau pun shalat bersama kami di luar waktu shalat.”
Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Ummu Haram binti Milhan menceritakan kepadaku, bahwa suatu hari Rasulullah SAW tidur siang di rumahnya, lalu beliau bangun lantas tertawa. Aku kemudian bertanya, ‘Ya Rasulullah, apa yang membuatmu tertawa?’ Beliau menjawab, ‘Telah diperlihatkan kepadaku segolongan umatku berjalan di permukaan laut seperti raja-raja di atas ranjang!’ Aku berkata lagi, ‘Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar aku termasuk salah satu di antara mereka!’ Beliau lalu bersabda, ‘Engkau termasuk orang-orang yang pertarna’.
Setelah itu dia dinikahi oleh Ubadah bin Ash-Shamit, lalu dia mengajak Ummu Haram ikut berperang dengan naik perahu dan Ubadah mengajaknya. Ketika mereka kembali, dia ditawari seekor baghal. Dia pun menaikinya lalu berusaha mengendalikannya hingga terjatuh yang mengakibatkan lehernya patah, lalu akhirya meninggal.”
Menurut aku, ada yang mengatakan bahwa perang itu dikenal dengan perang Cyprus, yang terjadi pada masa Khalifah Utsman. Menurut informasi yang sampai kepadaku, makam Ummu Haram sering dikunjungi oleh orang-orang Eropa.
Cyprus yaitu jazirah yang sekarang dikenal dengan nama Cyprus (di Eropa). Dulu pemimpin pasukan itu adalah Mu’awiyah bin Abu Sofyan bersama Abu Ad-Darda’ dan sahabat lainnya. Peristiwa itu terjadi pada tahun 27 Hijriyah.
Sumber : Kitab Siyar A’lam An-Nubala’ - Imam Adz-Dzahabi
Diringkas: Dr. Muhammad bin Hasan bin Aqil Musa
http://azishtm.blogspot.com
Minggu, 02 Mei 2010
Sabtu, 01 Mei 2010
DAKWAH KELUARGA HARUSLAH YANG UTAMA
Keluarga adalah obyek dakwah yang harus mendapat perhatian serius dari setiap muslimah. Bila untuk proyek-proyek dakwah lainnya perlu penyusunan proposal hingga detil langkah implementasinya, mengapa tidak dalam keluarga?
Sebagai unit sosial yang paling kecil, keluarga sangat menentukan warna dan corak anggota keluarga lainnya. Ia merupakan wadah pertama pembentukan sumber daya manusia dan dari keluargalah lahir generasi penerus yang akan meneruskan dakwah Islam sebagaimana cita-cita orangtuanya.
Proyek laboratorium peradaban
Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf al-Usrah Fil Islam menjelaskan, keluarga adalah batu pertama dalam membangun negara. Menurutnya, sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai , maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya.
Penghargaan Islam pada masalah-masalah keluarga sangatlah tinggi. Betapa tidak, keluarga adalah unit yang paling mendasar diantara unit-unit pembangunan alam semesta. Di antara fungsi besar dalam keluarga adalah edukatif (tarbiyah). Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, maka peluang akan terjadinya berbagai penyimpangan pada anak akan semakin tinggi. Oleh kerena itu, pada dasarnya Islam menjadikan tarbiyah sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan.
Abdul Ala' al-Maududi Ulama asal Pakistan, mengartikan kata tarbiyah sebagai mendidik dan memberikan perhatian.
Setidaknya ada empat unsur penting dalam pendidikan. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah obyek didik. Kedua, mengembangkan bakat dan potensi obyek sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Ketiga, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Keempat, seluruh proses tersebut dilakukan secara bertahap. Keempat unsur tersebut menunjukan pentingnya pentingnya peran pendidikan dalam keluarga. Karena keluarga akan membentuk karakter kepribadian anggotanya dan mewarnai masyarakatnya. Singkatnya keluarga merupakan laboratorium peradaban. Bagi muslimah, yang secara umum penanggungjawab utama dalam kehidupan keluarga, harus menyiapkan keseriusan dan kepurnaan program pengembangan dakwah keluarga.
Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Awlad Fil Islam, ada 7 macam pendidikan integratif, yang harus terintegrasikan secara sistemikdalam keluarga untuk mentarbiyah anggota keluarga untuk menjadi hamba Allah yang taat, yang mampu mengemban amanah dakwah ini. Ketujuh pendidikan tersebut adalah:
Pendidik iman merupakan pondasi yangt kokoh bagi semua bagian pendidikan. Pendidikan moral akan menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Disaat budaya masyarakat menyebabkan degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan manfaatnya.
Pendidikan psikis membentuk berbagai karakter positif kejiwaan seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap optimistik dan lain sebagainya.Karakter akan menjadi daya dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya.
Pendidikan fisik tidak kalah penting. Dalam keluarga tumbuh kembang seorang anak terpantau. Gaya hidup sehat dapat dibangun dalam keluarga, seperti mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, serta berolahraga. Proses ini sangat penting dalam menyiapkan kekuatan fisik agar tubuh menjadi sehat dan kuat.
Pendidikan intelektual harus dilakukan dalam keluarga sejak dini. Karena peradaban masa depan umat akan tergantung pada kapasitas intelektual generasi muda.
Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai karena mereka akan bersaing dalam era globalisasi.
Peran sosial bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota keluarga agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat. Dalam hal ini menunbuhkan keterikatan hati anak-anak dengan mesjid adalah salah satu aspek yang perlu ditanamkan sejak dini. Sedangkan peran sosial saat ini telah terancam virus individualistikyang telah merasuki sebagian besar masyarakat.
Pendidikan seksual diperlukan untuk membangun kesadaran anggota keluarga terhadap peran dan tanggungjawabnya berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selain pengajaran tentang kesadaran peran tersebut, juga perlu ditekankan tentang pengetahuan, sikap dan perilaku yang benar dalam permasalahan kesehatan reproduksi. Bukan hanya kepada anak perempuan tetapi juga kepada anak laki-laki.
Sedangkan pendidikan politik dalam keluarga diperlukan untuk membangun kesadaran dan membangun kemampuan anggota keluarga dalam menyikapi berbagai persoalan politik yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan seorang muslimah dalam menyusun proyek dalam keluarga:
1. Alokasikan waktu bersama suami untuk membangun rencana strategis keluarga, yang dibagi dalam tujuh proyek dakwah keluarga untuk jangka waktu lima tahun.
2. Buatlah turunan dari rencana tersebut untuk program tahunannya. Jangan lupa untuk menunjuk penanggungjawab setiap program. Sosialisasikanlah kepada pihak-pihak terkait , seperti pembantu, keluarga yang tinggal serumah.
3. Lakukan evaluasi dan masukan bagi perbaikan pelaksana program selanjutnya
(Sarah Handayani)
Sebagai unit sosial yang paling kecil, keluarga sangat menentukan warna dan corak anggota keluarga lainnya. Ia merupakan wadah pertama pembentukan sumber daya manusia dan dari keluargalah lahir generasi penerus yang akan meneruskan dakwah Islam sebagaimana cita-cita orangtuanya.
Proyek laboratorium peradaban
Husain Muhammad Yusuf dalam bukunya Ahdaf al-Usrah Fil Islam menjelaskan, keluarga adalah batu pertama dalam membangun negara. Menurutnya, sejauh mana keluarga dalam suatu negara memiliki kekuatan dan ditegakkan pada landasan nilai , maka sejauh itu pula negara tersebut memiliki kemuliaan dan gambaran moralitas dalam masyarakatnya.
Penghargaan Islam pada masalah-masalah keluarga sangatlah tinggi. Betapa tidak, keluarga adalah unit yang paling mendasar diantara unit-unit pembangunan alam semesta. Di antara fungsi besar dalam keluarga adalah edukatif (tarbiyah). Dari keluarga inilah segala sesuatu tentang pendidikan bermula. Apabila salah dalam pendidikan awalnya, maka peluang akan terjadinya berbagai penyimpangan pada anak akan semakin tinggi. Oleh kerena itu, pada dasarnya Islam menjadikan tarbiyah sebagai atensi yang dominan dalam kehidupan.
Abdul Ala' al-Maududi Ulama asal Pakistan, mengartikan kata tarbiyah sebagai mendidik dan memberikan perhatian.
Setidaknya ada empat unsur penting dalam pendidikan. Pertama, menjaga dan memelihara fitrah obyek didik. Kedua, mengembangkan bakat dan potensi obyek sesuai dengan kekhasannya masing-masing. Ketiga, mengarahkan potensi dan bakat tersebut agar mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Keempat, seluruh proses tersebut dilakukan secara bertahap. Keempat unsur tersebut menunjukan pentingnya pentingnya peran pendidikan dalam keluarga. Karena keluarga akan membentuk karakter kepribadian anggotanya dan mewarnai masyarakatnya. Singkatnya keluarga merupakan laboratorium peradaban. Bagi muslimah, yang secara umum penanggungjawab utama dalam kehidupan keluarga, harus menyiapkan keseriusan dan kepurnaan program pengembangan dakwah keluarga.
Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Tarbiyatul Awlad Fil Islam, ada 7 macam pendidikan integratif, yang harus terintegrasikan secara sistemikdalam keluarga untuk mentarbiyah anggota keluarga untuk menjadi hamba Allah yang taat, yang mampu mengemban amanah dakwah ini. Ketujuh pendidikan tersebut adalah:
Pendidik iman merupakan pondasi yangt kokoh bagi semua bagian pendidikan. Pendidikan moral akan menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki landasan kokoh berupa iman. Disaat budaya masyarakat menyebabkan degradasi moral, maka penguatan moralitas melalui pendidikan keluarga menjadi semakin signifikan manfaatnya.
Pendidikan psikis membentuk berbagai karakter positif kejiwaan seperti keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap optimistik dan lain sebagainya.Karakter akan menjadi daya dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan dunia dan akhiratnya.
Pendidikan fisik tidak kalah penting. Dalam keluarga tumbuh kembang seorang anak terpantau. Gaya hidup sehat dapat dibangun dalam keluarga, seperti mengkonsumsi makanan yang halal dan baik, serta berolahraga. Proses ini sangat penting dalam menyiapkan kekuatan fisik agar tubuh menjadi sehat dan kuat.
Pendidikan intelektual harus dilakukan dalam keluarga sejak dini. Karena peradaban masa depan umat akan tergantung pada kapasitas intelektual generasi muda.
Anggota keluarga harus memiliki kecerdasan yang memadai karena mereka akan bersaing dalam era globalisasi.
Peran sosial bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota keluarga agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan masyarakat. Dalam hal ini menunbuhkan keterikatan hati anak-anak dengan mesjid adalah salah satu aspek yang perlu ditanamkan sejak dini. Sedangkan peran sosial saat ini telah terancam virus individualistikyang telah merasuki sebagian besar masyarakat.
Pendidikan seksual diperlukan untuk membangun kesadaran anggota keluarga terhadap peran dan tanggungjawabnya berdasarkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Selain pengajaran tentang kesadaran peran tersebut, juga perlu ditekankan tentang pengetahuan, sikap dan perilaku yang benar dalam permasalahan kesehatan reproduksi. Bukan hanya kepada anak perempuan tetapi juga kepada anak laki-laki.
Sedangkan pendidikan politik dalam keluarga diperlukan untuk membangun kesadaran dan membangun kemampuan anggota keluarga dalam menyikapi berbagai persoalan politik yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat.
Upaya yang dapat dilakukan seorang muslimah dalam menyusun proyek dalam keluarga:
1. Alokasikan waktu bersama suami untuk membangun rencana strategis keluarga, yang dibagi dalam tujuh proyek dakwah keluarga untuk jangka waktu lima tahun.
2. Buatlah turunan dari rencana tersebut untuk program tahunannya. Jangan lupa untuk menunjuk penanggungjawab setiap program. Sosialisasikanlah kepada pihak-pihak terkait , seperti pembantu, keluarga yang tinggal serumah.
3. Lakukan evaluasi dan masukan bagi perbaikan pelaksana program selanjutnya
(Sarah Handayani)
CINTA YANG TAKKAN MAMPU DI BAYAR
Lutfia, bukan siapa-siapa. Tapi ia menjadi seseorang yang akan disebut namanya di Surga kelak oleh Yusuf, anak tercintanya. Dan ia akan menjadi satu-satunya yang direkomendasikan Yusuf, seandainya Allah memperkenankannya menyebut satu nama yang akan diajaknya tinggal di Surga, meski Lutfia sendiri nampaknya takkan membutuhkan bantuan anaknya, karena boleh jadi kunci surga kini telah digenggamnya.
Bagaimana tidak, selama dua hari Lutfia menggendong anaknya yang berusia belasan tahun mengelilingi Kota Makassar untuk mencari bantuan, sumbangan dan belas kasihan dari warga kota, mengumpulkan keping kebaikan dan mengais kedermawanan orang-orang yang dijumpainya, sekadar mendapatkan sejumlah uang untuk biaya operasi anaknya yang menderita cacat fisik dan psikis sejak lahir.
Tubuh Yusuf, anak tercintanya yang seberat lebih dari 40 kg tak membuat lelah kaki Lutfia, juga tak menghentikan langkahnya untuk terus menyusuri kota. Tangannya terlihat gemetar setiap menerima sumbangan dari orang-orang yang ditemuinya di jalan, sambil sesekali membetulkan posisi gendongan anaknya. Sementara Yusuf yang cacat, takkan pernah mengerti kenapa ibunya membawanya pergi berjalan kaki menempuh ribuan kilometer, menantang sengatan terik matahari, sekaligus ratusan kali menelan ludah untuk membasahi kerongkongannya yang kering sekering air matanya yang tak lagi sanggup menetes.
Ribuan kilo sudah disusuri, jutaan orang sudah dijumpai, tak terbilang kalimat pinta yang terucap seraya menahan malu. Sungguh, sebuah perjuangan yang takkan pernah bisa dilakukan oleh siapa pun di muka bumi ini kecuali seorang makhluk Tuhan bernama; Ibu. Ia tak sekadar menampuk beban seberat 40 kg, tak henti mengukur jalan sepanjang kota hingga batas tak bertepi, tetapi ia juga harus menyingkirkan rasa malunya dicap sebagai peminta-minta, sebuah predikat yang takkan pernah mau disandang siapapun. Tetapi semua dilakukannya demi cintanya kepada si buah hati, untuk melihat kesembuhan anak tercinta, tak peduli seberapa besar yang didapat.
Tidak, ia tak pernah berharap apa pun jika kelak anaknya sembuh. Ia tak pernah meminta anaknya membayar setiap tetes peluhnya yang berjatuhan di setiap jengkal tanah dan aspal yang dilaluinya, semua letih yang menderanya sepanjang jalan menyusuri kota. Ibu takkan memaksa anaknya mengobati luka di kakinya, tak mungkin juga si anak mengganti dengan seberapa pun uang yang ditawarkan untuk setiap hembusan nafasnya yang tak henti tersengal.
Lutfia, adalah contoh ibu yang boleh jadi semua malaikat di langit akan mengagungkan namanya, yang menjadi alasan tak terbantahkan ketika Rasulullah menyebut "ibu" sebagai orang yang menjadi urutan pertama hingga ketiga untuk dilayani, dihormati, dan tempat berbakti setiap anak. Lutfia, barangkali telah menggenggam satu kunci surga lantaran cinta dan pengorbanannya demi Yusuf, anak tercintanya. Bahkan mungkin senyum Allah dan para penghuni langit senantiasa mengiringi setiap hasta yang mampu dicapai ibu yang mengagumkan itu.
Sungguh, cintanya takkan pernah terbalas oleh siapapun, dengan apapun, dan kapanpun. Siapakah yang lebih memiliki cinta semacam itu selain ibu? Wallaahu 'alam
Langganan:
Postingan (Atom)